Pasangkayu, Jurnalsulbar.com — Pemerintah Kabupaten Pasangkayu membentuk tim terpadu untuk menangani konflik antara. perusahaan perkebunan sawit, PT Letawa dan masyarakat Kecamatan Lariang.
Tim terpadu ini dibentuk pada masa Pjs Bupati Pasangkayu Maddereski Salatin, saat audens dengan masyarkat Lariang, di Kantor Bupati Pasangkayu, pada Kamis 24 Oktober 2024 lalu.
Tim terpadu bertujuan untuk mengatasi masalah antara warga dan PT Letawa terkait Hak Gunas Usaha (HGU) di lahan perkebunan sawit.
“Kami mohon diberi waktu sampai pada masa pemilihan umum ini berakhir, dan jika permasalah ini belum selesai, maka akan diberikan kepada Bupati Pasangkayu yang terpilih nantinya,” ungkapnya.
Terkait dengan hal itu, Pemkab Pasangkayu kembali meneruskan komitmenya untuk memfasilitasi penyelesaian secara damai dan berkeadilan atas munculnya aspirasi masyarakat Desa Jengeng Raya, Kecamatan Tikke Raya, terkait dugaan pengelolaan lahan oleh PT. Letawa di luar kawasan Hak Guna Usaha (HGU).
Pihak pemerintah daerah secara tegas tidak ingin melihat dinamika berlarut-larut sehingga berpotensi memicu ketegangan sosial.
Ia menyebut, Pemda akan segera menginisiasi forum mediasi multipihak, melibatkan masyarakat pengklaim, pihak perusahaan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan unsur Forkopimda.
“Pemda hadir untuk menjaga keseimbangan kepentingan. Kami tidak memihak siapa pun, melainkan ingin menjadi jembatan dialog yang konstruktif. Jika ada perbedaan data antara masyarakat dan perusahaan, mari kita duduk bersama, verifikasi bersama, dan selesaikan secara baik-baik,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa penyelesaian masalah agraria harus dilakukan secara sistematis dan menghindari potensi konflik horizontal.
Ia mengajak seluruh pihak untuk menahan diri dan mempercayakan proses penyelesaian melalui mekanisme formal yang akan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
“Jangan sampai perbedaan ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memecah belah masyarakat atau mengganggu investasi yang sah. Kita jaga iklim kondusif demi keberlanjutan pembangunan daerah,” tambahnya.
Sementara itu, Jamaluddin, tokoh masyarakat Desa Jengeng Raya yang menjadi salah satu penyampai aspirasi, menyambut baik sikap Pemda yang terbuka untuk memediasi.
Menurutnya, warga tidak berniat membuat kekacauan, namun hanya menuntut kejelasan terhadap lahan yang mereka yakini berada di luar kawasan HGU PT. Letawa.
“Kami punya dasar kuat, seperti peta digital dan surat resmi dari BPN Mamuju tahun 1997. Kami minta agar itu ditelaah secara bersama. Tidak ada niat memperkeruh suasana, justru kami berharap semua pihak saling mendengar,” kata Jamaluddin.
Ia mengingatkan agar proses mediasi nantinya benar-benar melibatkan pihak netral dan terbuka terhadap fakta-fakta teknis di lapangan.
“Jangan sampai proses ini hanya formalitas. Masyarakat ingin ada kejelasan, bukan janji,” ujarnya.
Dari sisi perusahaan, juga menyampaikan bahwa pihaknya siap mendukung dan mengikuti seluruh proses klarifikasi yang digagas pemerintah daerah.
Ia menyebut bahwa sejak awal, perusahaan selalu terbuka terhadap aspirasi masyarakat dan menjunjung tinggi prinsip kemitraan.
“Kami menghormati setiap aspirasi warga. Prinsipnya, kalau memang ada klaim atau perbedaan data, mari kita klarifikasi bersama. Kami tidak ingin konflik, karena keberadaan kami di sini justru untuk membangun bersama masyarakat,”
Hingga saat ini, Pemkab Pasangkayu tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk membentuk tim koordinasi penyelesaian agraria, yang akan bertugas melakukan pemetaan ulang, inventarisasi dokumen, dan membuka ruang dialog terbuka bagi seluruh pihak.
Pemerintah daerah berharap agar semua pihak dapat menahan diri dan tidak terprovokasi oleh narasi yang belum terverifikasi.
“Kita harus jaga daerah ini tetap aman, damai, dan produktif. Persoalan ini bisa diselesaikan jika semua berpikir jernih,” pungkasnya.(*)