Mediasi Terkait Lahan Inklave Antara PT. Letawa dan Masyarakat Tak Temui Titik Temu

Mamuju, Jurnalsulbar.com — Biro Hukum Setda Provinsi Sulawesi Barat menggelar mediasi antara Masyarakat dan pihak PT Letawa terkait lahan Inklave yang terletak di desa Lariang, kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Rabu (15/11/2023).

Mediasi tersebut menghadirkan stakeholder terkait, seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sulawesi Barat, Pemerintah Kabupaten Pasangkayu, kemudian Pihak PT. Letawa dan perwakilan masyarakat yang terlibat perselisihan atas lahan inklave tersebut.

Pada mediasi itu, pihak-pihak yang terlibat menjelaskan dasar dari klaim kepemilikan atas lahan inklave. Dalam dialog yang berlangsung, diketahui perwakilan masyarakat, Lamisi datang bermukim di lariang pada tahun 1998, sedang penerbitan dokumen HGU untuk pemanfaatan lahan perkebunan PT. Letawa dilaksanakan pada tahun 1994.

Pemkab Pasangkayu dalam hal ini diwakili Asisten I bidang Pemerintahan dan Kesra, Yunus Alsam menjelaskan bahwa Pemerintah Pasangkayu mengacu pada dokumen HGU milik PT. Letawa yang diterbitkan pada tahun 1994. Dalam surat rekomendasi Bupati Mamuju bernomor 522.12/829/IV/Ekon tanggal 30 april 1994 disebutkan bahwa lahan seluas 200 ha yang terletak di afdeling G tidak bermasalah

Dalam penyampaiannya, pada saat itu permasalahan antara PT. Letawa telah diselesaikan dengan kelompok tani yang bermukim diwilayah tersebut, yakni kelompok tani Siampae.

Hal yang sama disampaikan oleh perwakilan PT. Letawa, Agung, ia mengungkapkan bahwa PT. Letawa dalam melakukan operasionalnya di Sulawesi Barat mengacu kepada dokumen yang diterbitkan dan merasa bahwa seluruh permasalahan telah Clear dan Clean.

Sedangkan dari pihak kelompok masyarakat, dalam hal ini diwakili oleh Lamasi tidak menerima hal tersebut, dan mempertanyakan status dari kelompok tani siampae, sebab kelompok tani tersebut bermukim diwilayah lain.

Tidak adanya titik temu dan kesepahaman dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak, yakni PT. Letawa dan kelompok masyarakat akan membawa hal ini keranah hukum tingkat lanjut.

Ditemui, usai mediasi tersebut, Imansyah Rukka selaku pendamping kelompok masyarakat tersebut mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat akan membawa permasalahan tersebut keranah hukum dengan melampirkan bukti-bukti pendukung yang dimiliki masyarakat secara lengkap.

“Dalam waktu dekat kami akan bawah ke ranah hukum, sebab data-data yang ada tidak sama seperti yang terjadi dilapangan,” ungkap Imansyah Rukka

Sementara itu, pihak mediator, dalam hal ini Biro Hukum Setdaprov Sulbar melalui Kabag pemerintahan, Iksan mengatakan bahwa pertemuan/mediasi yang difasilitasi oleh Pemprov Sulbar merupakan yang terakhir dilaksanakan.

“Ini merupakan pertemuan ketiga yang kami laksanakan. Sebelumnya ada pertemuan yang dilaksanakan ditanggal 6 dan 8, pertemuan hari ini adalah yang terakhir dengan menghadirkan seluruh stakeholder namun tidak ada titik temu,” ungkap Iksan.

Dari pertemuan tersebut, disepakati 4 poin dalam permasalahan lahan inklave tersebut, salah satu poin menyepakati bahwa selama proses penyelesaian masalah tersebut kedua belah pihak untuk menjaga kondisifitas.

Yunus Alsam, selaku Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Pemkab Mamasa mengungkapkan berharap bahwa pihak-pihak tetap menghormati segala keputusan yang telah disepakati.

“Ini adalah pertemuan terakhir, dan pihak yang mengklaim (kelompok masyarakat bapak Lamisi) akan melanjutkan ke jalur hukum. Dari pihak pemkab pasangkayu akan turun kemasyarakat untuk sosialisasi memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk terus menjaga kondusifitas,” ungkap Yunus

Sedangkan perwakilan PT. Letawa, Agung mengungkapkan menghormati segala keputusan dan sikap dari masyarakat atas pertemuan tersebut. “Kami menghormati keputusan masyarakat,” pungkasnya.

Pos terkait